Senin, 28 Oktober 2019

Revolusi Industri 4.0, Ancaman dan Peluang



Era Revolusi Industri 4.0 ditandai peran teknologi mengambil alih hampir sebagian besar aktivitas perekonomian. Menyambut Revolusi Industri 4.0, pemerintah telah bergerak cepat dengan membuat peta jalan (roadmap) Making Indonesia 4.0.
Peta jalan yang diluncurkan awal tahun lalu sebagai arah yang jelas dan langkah strategis untuk menuju negara yang tangguh, guna mewujudkan Indonesia masuk 10 besar negara ekonomi terkuat pada 2030. Terkait langkah tersebut, pengembangan lima sektor industri manufaktur diprioritaskan pada awal implementasi Revolusi Industri 4.0.

Adapun lima sektor industri manufaktur yang mendapat perhatian khusus dari pemerintah meliputi industri makanan dan minuman, tekstil dan pakaian, automotif, elektronik, dan kimia. Mengapa lima sektor industri mendapat prioritas pengembangan khusus? Berdasarkan data dari Kementerian Perindustrian (Kemenperin), sektor industri tersebut berkontribusi sebesar 60% terhadap pendapatan domestik bruto (PDB), menyumbang 65% terhadap total ekspor selama ini, dan sekitar 60% tenaga kerja industri ada pada sektor industri prioritas itu.
Diharapkan kelima sektor industri tersebut dapat menjadi tulang punggung dalam peningkatan daya saing yang sejalan perkembangan Revolusi Industri 4.0. Era Revolusi Industri 4.0 di satu sisi memang melenyapkan sejumlah jenis pekerjaan, namun di sisi lain menghadirkan berbagai jenis pekerjaan baru.
Revolusi industri keempat ini ditandai dengan meningkatnya konektivitas, interaksi, batas antarmanusia, mesin dan sumber daya lainnya semakin konvergen melalui teknologi informasi dan komunikasi. Setiap revolusi industri ditandai sejumlah momentum yang menunjukkan perkembangan kehidupan manusia dari waktu ke waktu.
Tengok saja revolusi industri pertama diwarnai penggunaan mesin uap yang menggantikan tenaga manusia dan hewan. Lalu, revolusi industri kedua ditandai munculnya konsep produksi massal diiringi pemanfaatan tenaga listrik. Selanjutnya, revolusi industri ketiga mulai memanfaatkan teknologi otomasi pada kegiatan industri.
Nah , menariknya pada revolusi industri keempat ditandai pemanfaatan teknologi informasi dan komunikasi secara optimal, tidak hanya sebatas proses produksi, tetapi juga seluruh mata rantai industri sehingga menghasilkan model bisnis yang baru berbasis digital. Semua proses tersebut menciptakan efisiensi yang tinggi dan kualitas produk yang lebih bermutu.
Empat tahun lalu, lembaga riset McKinsey sudah merilis bahwa dampak dari Revolusi Industri 4.0, 3.000 kali lebih dahsyat daripada revolusi industri pertama. Dampak secara langsung sudah mulai terasa di tengah masyarakat dengan hadirnya sejumlah startup atau perusahaan berbasis digital, yang membuat kehidupan lebih mudah dan menggeser sejumlah jenis pekerjaan konvensional.
Tidak bisa dimungkiri, kehadiran revolusi industri keempat memang sebuah ancaman tersendiri bagi tenaga kerja saat ini. Hal itu diamini Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Hariyadi B Sukamdani, yang menilai bahwa tenaga kerja yang terancam adalah mereka yang tidak memiliki keterampilan untuk beradaptasi dalam berbagai pekerjaan jenis baru.
Karena itu, harus ada langkah strategis dan terarah dalam mengantisipasi bila terjadi ledakan jumlah tenaga kerja yang tidak terampil pada sektor formal. Tak ada salahnya pemerintah mendengarkan saran dari pihak Apindo perlunya perubahan pola pendidikan dan pola vokasi di negeri ini. Dibutuhkan keterampilan spesifik berkaitan teknologi digitalisasi.
Memang, menyiapkan tenaga kerja yang bisa beradaptasi dengan perubahan yang diakibatkan oleh Revolusi Industri 4.0 adalah sebuah pekerjaan rumah tersendiri bagi pemerintah. Beruntung, pemerintah dalam hal ini Kementerian Ketenagakerjaan (Kemenaker), terus mempersiapkan tenaga kerja yang mampu beradaptasi, berdaya saing, dan bertahan di tengah perubahan dunia kerja.
Pihak Kemenaker mengklaim telah mengeluarkan sejumlah kebijakan dan program berkaitan peningkatan akses dan mutu pelatihan vokasi sebagai upaya mencetak sumber daya manusia (SDM) yang kompeten dan berdaya saing. Sementara itu, pihak Kemenperin mengandalkan sejumlah program pendidikan dan pelatihan vokasi. Sebut saja, pendidikan vokasi yang link and match antara industri dan sekolah menengah kejuruan.
Kompetensi SDM dalam menyongsong Revolusi Industri 4.0 tidak bisa ditawar lagi. Kompetensi SDM terkait perubahan dunia kerja adalah kunci sukses bila tidak ingin menjadi penonton dalam Revolusi Industri 4.0 di mana terjadi perubahan yang begitu cepat dan masif.Kita berharap kehadiran roadmap Making Indonesia 4.0 yang sudah menjadi agenda nasional bisa menjadi pegangan yang konsisten. Tentu, sukses menyambut Revolusi Industri 4.0 bukan tugas pemerintah semata, tetapi dibutuhkan dukungan segenap komponen bangsa.

Sumber :


Tidak ada komentar:

Posting Komentar